Pages

Sabtu, 01 Januari 2011

Hati-Hati Jika Menyakiti !

Postingan ini sengaja saya buat agar menjadi reminder/muhasabah bagi diri kita masing-masing, bahwasannya hati yang dengan tidak sengaja tersakiti itu bisa sangat berbahaya.
***
Ini cerita berdasarkan pengalaman adik bungsu ummi saya. Jadi sekitar 3 tahun lalu, ning Nur (ning = panggilan untuk ‘tante’ di tempat saya) sudah berusia mendekati 28 tahun, namun belum menikah juga. Bukannya tidak ada yang mau mengkhitbah beliau, sudah sekitar 5 khitbah-an yang datang (mulai dari yang khitbah itu perjaka sampai yang sudah duda) tapi tetap saja tidak ‘jadi jadi’ lantaran alasan yang bermacam-macam. Diantaranya, weton(=perhitungan menurut hari lahir). Yah, ini semacam bid’ah yg masih menjamur di daerah saya. Weton yang tidak cocok, atau ternyata calon pria rumahnya berhadapan dg rumah nenek (semakin aneh saja kepercayaan2 yg masih ada).
Keluarga besar berkumpul. Mereka berembug (=berdiskusi) tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya dengan keadaan semacam ini. Ning Nur sudah waktunya menikah, karena keluarga sudah khawatir. Perempuan yang lewat usia 25 tahun dan belum menikah2 juga, bisa bisa susah dapat jodoh (padahal dapat di usia kapan saja adalah rahasiaNya).  Masih buntu.
Bisa jadi perbuatan kita di masa lalu menjadikan suatu keadaan masa sekarang. Dengan kata lain, ada yang pernah ning Nur lakukan di masa lalunya. Karena ini adalah tentang jodoh, keluarga meminta ning Nur untuk mengingat-ingat, apakah dulu pernah ning Nur menyakiti hati seorang pria. Ning Nur merasa tidak pernah, tapi keluarga tetap menyuruh untuk mengingatnya baik-baik.
Sampai suatu ketika ning Nur ingat, dulu sekali pernah ada seorang pemuda yang berniat melamarnya. Niatan pemuda itu disampaikan pada teman pemuda tersebut. Akhirnya si teman pemuda menyampaikannya ke ning Nur. Ning Nur kaget, karena jika dirunut silsilah keluarga, pemuda tersebut masih terhitung saudara. Pemuda itu adalah cucu dari saudara nenek. Yah, cucu ketemu cucu saudara. (*membayangkan kita punya cucu, dan saudara kita juga punya cucu, lalu cucu kita jatuh hati dengan cucu saudara kita). Bingung? Semoga tidak.
Waktu itu ning Nur meminta pendapat keluarga besar, sebenarnya tidak masalah jika ning menikah dengan pemuda tersebut. Karena saudara yang bukan berasal dari Bapak, boleh dinikahi. (eh, kurang lebih seperti itu, karena penulis sendiri belum tahu persis). Tapi lain kenyataan, ning merasa tidak cocok dengan si pemuda sehingga lamaran itupun ditolak secara halus. Teman si pemuda akhirnya menyampaikan penolakan lamaran tersebut kepada si pemuda. Ning Nur tidak mengetahui bahwa penolakannya tersebut menjadikan si pemuda sakit hati. Betapapun halusnya kata-kata penolakan tersebut, tetap saja berujung sakit hati. Hm..mungkin itu untuk hati yang kurang legowo(=berbesar hati) saja yaa. Ning juga tidak tahu bahwa dalam sakit hati si pemuda tersebut mengucapkan semacam sumpah. “kamu tidak akan bisa menikah sampai kamu meminta maaf padaku”. Serem ya, saudara-saudara?. Wallahua’lam, mungkin karena sumpah si pemuda itu juga sampai akhirnya ning Nur belum bisa menikah.
Ketika ning menyadari hal ini, seketika itu juga mengajak Embah(=nenek) ke rumah si pemuda. Padahal kejadian penolakan lamaran itu sudah berlangsung hampir 4 tahunan, si pemuda juga sudah menikah namun belum punya keturunan. Yang namanya sakit hati itu ternyata cukup ampuh juga ya. Bertamu ke rumah si pemuda. Si pemuda beserta istrinya menyambut dengan hangat. Setelah duduk dan mengutarakan maksud kunjungan, dan yang terpenting adalah ‘meminta maaf’. Setelah si pemuda mengucapkan “ya. Kamu saya maafkan. Wes ndang mulih, ndang nikah’o kono (=sudah, cepat pulang. Cepat menikah sana)”.
Minggu itu juga, ning dapat khitbahan lagi. Dan, ‘jadi’. Alhamdulillah.. Lega. Seluruh keluarga mengucap syukur. Pernikahan pun dilaksanakan.. sekarang Ning menetap di Surabaya, dan memiliki seorang anak laki-laki usia 2 tahun. Kabar terakhir, katanya hamil lagi.
***
Teman, betapa lisan harus dijaga dengan hati-hati. Jangan sampai lisan yang tidak terkontrol ini menyebabkan hal yang membahayakan orang lain. Mulutmu harimaumu. Mari berkaca. Tanya pada diri sendiri, kira-kira hati yang mana yang secara sengaja maupun tidak sengaja telah kita sakiti?. Sebelum raga dipanggil olehNya, mari bermuhasabah. Minta kata maaf darinya, biarpun memakan waktu lama, meskipun untuk memaafkan itu sangat susah, yang terpenting adalah kita sudah memintanya. Semoga, setelah hari ini, tidak ada lagi sikap menyakiti, tutur kata yang tidak terkontrol, sikap yang membuat orang lain sakit hati. Yang ada hanyalah saling mengingatkan, saling mendukung, dan saling bersyukur atas nikmatNya. Mari menjadi muslim/muslimah terbaik (baca: mencoba untuk menjadi yang terbaik)!!.

7 komentar:

Unknown mengatakan...

hmm.. belajar untuk lebih besar hati.. terkadang sesuatu yang sepele menjadi besar karena hati yang sempit dan kesombongan... berlatih memperluas hati ini bagai samudra..

Sofyani Wulansari mengatakan...

benar.. dan jiwa2 yang dekat dengan kesombongan itu sebenarnya haram masuk surga..

Sakina Widodo mengatakan...

"Falyaqul khairan auliyasmut." :)
http://www.embunpagibersahaja.co.cc/2010/11/we-can-forgive-but-not-forget.html

Unknown mengatakan...

hmm.. syukron tman2..

Sofyani Wulansari mengatakan...

embun.....teganya kau mbun, baru komen sekarang.. hiks2,
mbun, emang nggak ada ya hamba yang can forgive AND can forget? aku pengennya gt mbun, tapi susahnyeee

masrukhan mengatakan...

assalamualaikum..
salam kenal ae....
wkwkwk..

muchtarps mengatakan...

sayembara yang selalu menjadi salah satu sayembara terhangat dan terberat, sayembara lapang hati. :)

Posting Komentar