Pages

Jumat, 02 Maret 2012

Dan Memang Benar, Cinta itu Bisa Dibina


"...dan ketauhilah bahwasannya, tulang rusuk itu takkan pernah tertukar..."

kisah yang akan saya hadirkan disini, mengenai penikahan yang tidak dilandasi dengan cinta toh juga bisa akhirnya saling mencintai...
memang si penulis belum merasakannya sendiri, tapi semoga pembaca bisa mengambil hikmah dari kisah ini. kisah ini, tentang orangtua penulis sendiri. bapak dan ibu, tidak pernah sebelumnya saling kenal, tidak pernah saling sayang (baca : pacaran), mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. bapak adalah seorang anak petani yang kemudian menjadi petani pula, dan ibu lulusan SD yang merantau di Surabaya. ibu yang ketika itu bekerja di salah satu pabrik kawasan Rungkut, baru berusia sekitar 18 tahun. baru menikmati masa-masa indah di dunia kerja (karena bisa menghasilkan uang sendiri) selama 2 bulan, kakek tiba-tiba sowan ke kost ibu sambil membawa banyak hasil ladang. ibu terheran-heran, mengapa kakek sampai rela menempuh perjalanan jauh dari kampung ke Surabaya sambil membawa banyak oleh-oleh hanya untuk menemui ibu. ternyata benar, kedatangan kakek bukanlah tanpa sebab. justru kakek datang untuk membicarakan hal yang sangat serius dengan ibu. 
selama 2 bulan ibu di Surabaya, kakek telah mencarikan jodoh untuknya. dan sampailah ke desa bapak. kakek tidak hanya menyanggupi calon mertuanya, namun kakek telah melakukan lamaran juga ke bapak tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari ibu. memang, adat jaman dulu begitu. si wanita tidak diberi kesempatan untuk memilih, tidak seperti sekarang. dulu, pihak wanita lah yang mencari calon suami. laki-laki jaman dulu hanya menunggu ada yang datang "menawarkan" anak perempuannya. 
tentu ibu kaget bukan kepalang, walau hanya 2 bulan di Surabaya namun pikiran ibu yang semula gadis desa ini pelan-pelan mengikuti pikiran anak kota yang memilih suami sendiri dan melakukan pendekatan-pendekatan. saat berbicara empat mata dengan ibu, kakek berkata bahwa hari pernikahan kurang 16 hari lagi. semua persiapan sudah dilaksanakan, tinggal menunggu pengantin wanita nya pulang dari Surabaya. seketika lemas badan ibu mendengar pernyataan kakek, ibu menganggap perlakuan kakek sangatlah tidak adil. di samping karena ibu masih muda dan ingin mendapat uang, ibu juga ingin menikah dengan pria pilihan hati nya sendiri. 
sebelum pulang, kakek hanya mengatakan bahwa beliau tidak bisa memaksa, beliau sadar itu, tapi beliau terlanjur berjanji pada calon mertua dan pada bapak. dan pantang bagi kakek untuk menarik kembali janjinya, yakni menikahkan ibu dengan bapak. karena pembatalan janji itu akan berakibat sangat tidak baik bagi kedua belah keluarga. 
semalaman ibu merenung, apa yang seharusnya dilakukan. apakah menurut kakek, sebagai bentuk bakti seorang anak? ataukah tetap pada pendiriannya dan keinginan untuk hidup mandiri? hingga pada akhirnya, ibu memilih untuk menjadi anak yang berbakti dan tidak membuat malu orangtua. ibu pun pulang ke kampung, meninggalkan pekerjaannya meski dengan berat hati. berat hati karena ibu baru saja mendapat "promosi" menjadi pegawai tetap di pabik tersebut dengan gaji yang lumayan. 


singkat cerita, menjelang hari pernikahan yang semakin mendekat, bapak pernah sekali datang ke rumah ibu untuk sekedar ingin melihat calon istri nya itu. dan belum beruntung, karena pada saat yang sama ibu sedang pergi ke rumah temannya. sehingga mereka bertemu saat menikah!. #tidak bisa saya bayangkaan
hari pernikahan yang seharusnya bahagia, ibu malah murung. karena ibu tidak suka dengan calon suami nya sendiri, yaitu bapak. tidak suka dalam artian yang sesungguhnya. tidak suka karena kata orang-orang, bapak itu kuno dan tidak tampan. hahaha, saya tertawa saja mendengar cerita ini langsung dari ibu.
tapi siapa sangka, bahwa pernikahan yang awalnya terpaksa itu kini betahan selama hampir 31 tahun!. subhanallaaah. satu lagi yang ibu ceritakan, bahwa dulu ketika awal-awal membangun rumah tangga banyak sekali godaan nya. ibu yang waktu itu masih memegang surat panggilan dari pabrik, bahwasannya ibu masih diperbolehkan kembali bekerja di pabrik dan selama absennya ibu dari kerja disebabkan menikah hanya akan dihitung cuti saja. namun, bapak malah menolak ide untuk kembali ke Surabaya dan hidup disana. karena, bapak malu dengan teman-teman ibu di pabrik. bapak kan kuno, begitu tuturnya. dengan sangat menyesal, ibu membalas surat panggilan dari atasannya itu dengan mengatakan bahwa ibu tidak bisa kembali bekerja di pabrik. demi mematuhi suami, bilangnya sih gitu, hhi, 
seringnya, awal-awal menikah ibu selalu bertengkar dengan bapak. alasannya macam-macam, dan saya tidak tahu apa itu "macam-macam". ketika ibu sudah memuncak kemarahannya, seringkali dengan sadar ibu menyuruh bapak untuk kembali ke rumah orangtua nya (baca : menceraikannya). namun bapak begitu sabar, dan beliau hanya berkata : "se-sering apapun kamu menyuruhku pulang ke rumah orangtuaku, aku tidak akan pernah melakukannya. karena sejak awal kita menikah, aku terlanjur mencintaimu." (*tentu saja menggunakan bahasa Jawa ^^)
mashaAllah, kontan ibu diam dan tidak tahu harus berkata apa. this is called "true love". :)


2 komentar:

Anonim mengatakan...

nice story :D

Sofyani Wulansari mengatakan...

kok Anonim??

Posting Komentar