Di dalam ruangan
tersebut sudah ada seorang bapak berkacamata yang siap mendengarkan celotehku
selama setengah jam. Selama itu, beliau dengan nada yang teramat datar,
menanyakan bermacam-macam pertanyaan yang harus kujawab dengan sangat
bijaksana. Jujur, tidak mengada-ada, dan mengesankan. Disinilah aku sungguh
merasa berterimakasih pada organisasi yang selama dua setengah tahun aku aktif
di dalamnya. Sebab, bapak ini lebih tertarik pada sisi kepemimpinan dan
kemandirianku dalam menghadapi berbagai permasalahan. Aku sungguh beruntung,
sebab aku dipertemukah dengan lembaga kerohanian Islam di fakultas MIPA yang
memberikan lebih dari cukup, sebuah arti dari apa itu kepemimpinan dan
bagaimana aku menjadi pemimpin yang seharusnya. Disamping itu, bapak ini juga
menanyakan tentang beberapa kebudayaan Indonesia yang aku ketahui. Saat SMA,
aku mengikuti seni tari yang bisa kuceritakan padanya. Lihat bukan? Betapa
semua hal yang sudah terjadi padaku memiliki akibat. Akibatnya adalah aku bisa
memberikan sebuah fakta bahwa aku pernah melakukan ini itu bukannya menjawab
bahwa aku tidak tahu apa itu pemimpin, aku tidak sempat mempelajari budaya
Indonesia, aku hanya belajar dan belajar tentang pelajaran sekolah, dan
alasan-alasan lain yang bisa membuatku kehilangan kesempatan emas ini.
Dan waktu 30
menit itupun usai dengan doa bapak pewawancara, beliau mendoakan supaya aku
diterima sebagai grantee beasiswa
IELSP ini. Aku meng-amin-kan doa beliau, dan segera berlalu keluar ruangan
dengan suasana yang amat lega. Gemuruh di dadaku hilang seketika, digantikan
dengan semilir angin yang seolah menyapanya. Sangat menyejukkan dan
menentramkan, membuatku ingin selalu tersenyum. Di tengah-tengah perjalanan
pulang meninggalkan aula, aku menelepon ibuku dan mengabarkan bahwa tes
wawancaraku berlangsung lancar. Di ujung sana, terdengar hamdalah yang beliau
ucapkan dan beliau juga mendoakan hal serupa sama seperti yang bapak
pewawancara tadi ucapkan. Untuk yang kedua kalinya, aku amin-kan doa tersebut.
Mengutip dari seseorang, bahwa doa itu ibarat pilinan-pilinan putih yang
menguntai indah menuju langit diatas sana. Jauh sekali, dan kemudian sampai
pada Allah sehingga jangan pernah menganggap remeh sebuah doa. Karena semua doa
pasti didengar olehNya. Dan pasti dikabulkan dengan tiga kemungkinan: sesuai dengan
doa yang dipanjatkan, dikabulkan namun ditangguhkan waktunya dan diganti dengan
yang jauh lebih baik.
Tepat 16 hari
setelah tanggal wawancara, berbagai update
muncul di grup jejaring sosial tersebut. Lebih dari lima peserta telah
mendapat kabar bahwa mereka telah dihubungi pihak IIEF dan mendapat kepastian
bahwa mereka lolos sebagai grantee
IELSP 2012. Aku berubah menjadi sedih, segala macam optimisme yang kubangun
sedari awal ternyata runtuh juga. Aku tak kuasa menahan segala macam
kemungkinan buruk di tengah harapanku. Aku terus-menerus memikirkannya hingga
beberapa bulir air mata ini terjatuh. Ibu lagi-lagi menguatkanku melalui
telepon, namun aku sendiri belum bisa menerima kemungkinan terburuk yang bisa
saja terjadi padaku. Aku tunggu sampai keesokan harinya, tak kunjung ku dengar
telepon genggamku berdering. Hari itu Kamis, 29 Desember 2011 pukul tiga sore.
Aku yang terduduk lemas setelah menyelesaikan tugas resume mata kuliah Pengantar Model Linier-ku, hanya malas-malasan
merapikan buku-buku dan bersiap ke kampus untuk mengikuti mata kuliah
selanjutnya. Memang, aku sudah mencoba untuk tenang dan ikhlas jika takdir
berkata lain. Akupun juga meyakinkan diri sendiri bahwa jika aku tidak lolos
beasiswa ini, aku tidak akan mengurangi kualitas ibadahku. Hingga akhirnya aku
melihat ada telepon masuk, dan setelah kuangkat ternyata:
“Halo, dengan
Sofyani Wulansari? Congratulation, kamu terpilih sebagai salah satu grantee IELSP!”
Rasa-rasanya aku
mati rasa. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku bersimpuh dalam-dalam, mengucap
syukur sebanyak yang aku bisa ucapkan kepadaNya. Kau, Allah, ternyata tidak
menangguhkan keinginanku, tidak pula menggantinya dengan yang lain, namun kau
mengabulkannya. Kau kabulkan keinginan anak desa yang ingin paling tidak sekali
saja merasakan naik pesawat ke luar negeri karena beasiswa. Bapak ibu setelah
ku kabari berita bahagia ini pun tak kuasa menahan air matanya. Salah satu anak
mereka, mampu menginjakkan kakinya ke luar negeri (tempat antah berantah yang
menurut orang-orang, menjanjikan pengalaman yang sangat luar biasa). America,
I’m Coming!
4 komentar:
Assalamualaikum sofi..skrg lgi di amerika ni brati? pertukaran pelajar?
Waalaikumsalam, sudah pulang mbk sejak 6 oktober llu
cool . . . . ^___^
so inspiring mbak sofy . . .:)
huwaa, ada dek fatia. sejak kapan? *malu nih
Posting Komentar