Aku memang
pemimpi. Aku memimpikan banyak hal, mulai dari mimpi yang masuk logika hingga
mimpi yang berpotensi mendapat cibiran banyak orang. Sebelumnya perkenalkan,
namaku Sofyani Wulansari dan kalian bisa memanggilku Sofy. Aku berasal dari
sebuah kabupaten kecil di Jawa Timur. Sejak kecil, aku hidup dan tumbuh di
tengah lingkungan pedesaan. Orangtua ku bukanlah orang yang kaya raya namun aku
bersyukur mereka adalah orang yang kaya hati. Mereka masih mau menyempatkan
diri membantu orang lain yang lebih susah hidupnya dari mereka. Bapak hanyalah
seorang peternak sapi yang penghasilannya pun tidak menentu, tergantung harga
sapi di pasaran. Ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja
serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Sejak awal,
orangtuaku sudah memberitahu ketiga anaknya, bahwasannya mereka hanya sanggup
untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang sekolah menengah atas. Kakak
perempuanku bisa menerima hal ini, namun berbeda denganku. Dan adik laki-laki
ku? Dia masih ingusan waktu itu, hingga masih mengiyakan saja tanpa mengerti
apa artinya. Aku tentu menolaknya dengan keras, karena jelas berita ini adalah
hal yang bertentangan dengan cita-citaku sejak kecil. Aku ingin menamatkan
pendidikanku sampai jenjang universitas.
Pada awalnya
banyak yang berpendapat bahwa keinginanku tersebut merupakan sesuatu yang
mustahil, karena mereka saja yang memiliki banyak simpanan uang di bank, punya
tanah warisan, bahkan punya rumah yang lebih besar dari rumahku, tidak sanggup
menyekolahkan anak mereka hingga ke universitas. Biaya kuliah itu tidak
sedikit, ini adalah fakta dan aku pun tidak mengingkarinya. Bisa apa, orang
yang hanya bekerja sebagai peternak sapi dibandingkan yang memiliki
berpetak-petak sawah? Lupakah mereka akan Dzat yang Maha Memiliki Segalanya?
Dialah Allah, yang ketika Dia menghendaki sesuatu terjadi pada hambaNya, maka
tak ada satu aral pun yang mampu mencegahNya.
Berbekal
keyakinan pada Sang Khalik itulah, kemudian dating sebuah pertolongan. Melalui
perantaraNya, mereka adalah sepasang suami istri yang sedang mencari anak SMA
yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
universitas namun memiliki kendala finansial. Mereka adalah Bapak dan Ibu
Burhan yang sekaligus tetangga wali kelasku sewaktu SMA kelas satu. Hingga
dipertemukanlah kami, dan aku bisa tersenyum lega karena keinginanku
terkabulkan. Ya! Aku memiliki kesempatan untuk meneruskan sekolahku hingga S-1
karena mereka akan membiayainya. Betapa Allah tidak tidur, dan Dia sebaik-baik
pengatur rencana.
Mengapa aku
ceritakan semua ini diawal? Karena cerita ini adalah inti dari kisahku. Kisah
seorang anak desa yang bermimpi sederhana, ingin menjadi sarjana pertama di
keluarga besarnya. Juga agar kau mengerti, siapapun dirimu, kau berhak untuk
bermimpi!
Singkat cerita,
aku diterima melalui jalur SNMPTN tahun 2009 di Universitas ternama di Kota
Malang. Aku mengambil jurusan Statistika, karena kau tahu? Pak Burhan adalah
seorang kepala Badan Pusat Statistik (BPS) dan dia menginginkan aku untuk
mengambil jurusan ini. Lantas apakah aku tertekan dan kemudian menyesal karena
masuk jurusan yang bukan kehendakku? Awalnya iya, tapi sekarang aku tahu bahwa
tidak ada satupun di dunia ini yang terjadi sia-sia. Sama halnya dengan hukum
sebab-akibat. Hal yang terjadi di masa lalu mengakibatkan hal lain yang terjadi
di masa mendatang. Dan kamu tidak akan pernah sanggup untuk ber-adu matematika
dengan Sang Khalik. Sekali-kali kamu tidak akan pernah tepat dalam
mengkalkulasikan segala urusanmu. Begitu pula ketika aku mengalami kegagalan di
suatu mata kuliah yaitu Rancangan Percobaan (Experimental Design), aku mendapat
nilai yang amat mengecewakan sehingga mengharuskan aku untuk mengulangnya di
semester lima bersama adik angkatan. Malu? Tentu iya. Tapi tunggu dulu, justeru
karena keputusanku untuk mengulang mata kuliah inilah, aku membuka gerbang
untuk bisa menginjakkan kakiku di Negeri Paman Sam.
Suatu pagi, aku
dan mahasiswa lain yang akan masuk kelas Rancangan Percobaan, terpaksa menunggu
agak lama karena kelasnya masih digunakan oleh mahasiswa jurusan Matematika.
Bosan menunggu, aku berjalan mendekati mading jurusan. Melongok siapa tahu ada
info terbaru tentang apapun, segera aku menghampiri kolom khusus jurusan
Statistika dan aku tidak menemukan apapun disana. Seketika aku melirik kertas
berukuran besar yang ditempel di sebelah kolom jurusan Ilmu Komputer, kolom
tersebut memang khusus untuk info-info bebas di luar info jurusan. Kertas besar
ini berwarna mencolok, dengan beberapa gambar muda-mudi yang sedang berfoto di
suatu tempat yang seketika aku tahu bahwa tempat itu adalah suatu tempat di
luar negeri. Aku selalu pasang alarm ketika bersinggungan dengan kata luar
negeri. Karena, sejak masih di sekolah dasar, aku membayangkan beberapa negara
di luar Indonesia yang aku hafal nama ibukotanya melalui pelajaran IPS. Dan aku
juga masih ingat pernah memiliki kaos butut yang diberi tetangga yang
bergambarkan beberapa jembatan tersohor di dunia, salah satunya adalah Golden
Gate yang ada di San Fransisco Amerika Serikat. Aku sangat mencintai kaos
butut ini, sering kupakai kemana-mana.
Kertas besar itu
berisi pengumuman diselenggarakannya beasiswa belajar intensif bahasa Inggris
dan budaya Amerika di Amerika Serikat selama 8 pekan. Nama beasiswa tersebut
adalah Indonesia English Language Study Program (IELSP) yang disponsori oleh
U.S Embassy dan dikelola oleh Yayasan IIEF. Segera aku keluarkan buku saku
berwarna kuning dan bolpoin dari tas, aku catat semua persyaratan dan segala
macam info yang ada disana dengan cepat karena sebentar lagi aku harus masuk
kuliah. Kuabaikan beberapa sapaan dari teman-teman jurusan Matematika yang baru
saja keluar kelas. Aku fokus pada buku saku kuningku dan kertas besar itu.
Deadline
pengumpulan berkas-berkas beasiswa IELSP adalah 18 Nopember, dan saat aku
pertama mengetahui pengumuman di kertas besar terhitung sudah tanggal 2
Nopember. Artinya, aku hanya memiliki sisa waktu sekitar dua minggu untuk
mempersiapkannya. Waktu yang sangat singkat ini tidak lantas menjatuhkan
mentalku, justeru aku semakin terpacu untuk mempersiapkan segala yang
dibutuhkan mulai dari dokumen-dokumen penting seperti ijasah SMA, tes TOEFL,
esai-esai, sampai surat rekomendasi dari dosen. Di tengah mempersiapkan itu
semua, aku juga harus tetap memperhatikan kuliahku yang sudah memasuki
masa-masa menjelang ujian akhir semester. Dimana pada masa-masa seperti ini,
tugas akan semakin menggunung hingga akupun jarang tidur karenanya.
Beruntungnya aku yang memiliki orangtua dan saudara yang terus menyemangatiku.
Apalagi ibu, dukungan beliau sangat berarti. Setiap kali aku mulai menyerah,
beliau selalu menemani dan memberikan semangat. Beliau berkata, bahwa untuk
mencapai keinginan kita, harus selalu ada yang dikorbankan entah itu pikiran,
tenaga, maupun waktu. Karena tidak ada magic
yang berlaku pada sebuah mimpi, tidak akan bereaksi kata bim-salabim pada yang namanya mimpi.
4 komentar:
Keren ibunya. . . modis abis.
she is more than just mom, she is my friend and my everything
ahaha, koyo lagu
lagu bebestar, my love my mom my everything *apa-apaan*
Posting Komentar