"orang banyak mengira bahwa hidup yang ku punya selalu bahagia. mereka tidak salah, mereka hanya tak tahu yang sudah ku alami."
pertengahan bulan Juni 2012, aku sedang sibuk berjuang di UAS semester enam. dua puluh dua sks aku ambil, dengan beberapa praktikum dan juga asistensi di dua laboratorium. seperti semester-semester sebelumnya, aku tak pernah merasa bahwa aku yakin bisa menjalani UAS. aku selalu minder, tak yakin dengan kemampuan di bidang Statistika ini. pas-pasan, dan sepertinya terlalu banyak kebaikan Allah atas hasilnya.
sore itu aku sedang wara-wiri mencari tempat fotokopi, karena musim UAS sehingga dimana-mana antri. aku mencari tempat fotokopi terdekat, di depan gedung FISIP. dengan bawaan yang teramat banyak di tangan: kertas-kertas, handphone, aku menuju tempat itu. aku sedang mengurus surat ijin melakukan UAS lebih awal untuk beberapa mata kuliah sebab di hari ujian mata kuliah tersebut, aku harus mengikuti orientasi sebelum keberangkatan di Jakarta selama 4 hari.
di tengah jalan menuju tempat fotokopi, handphone-ku berdering menandakan ibu meneleponku. suasana hatiku memang sedang tidak enak, antara memikirkan UAS dan beberapa mata kuliah yang ujiannya aku percepat harinya, dan keadaan di rumah. sehingga mendapat telepon ini bukan hal yang membuatku senang seperti sebelum-sebelumnya. ada perasaan yang aneh saat mengangkat telepon ibu.
benar saja. di ujung telepon sana, ibu mengabarkan bahwa bapak harus segera dioperasi karena batu di ginjalnya sudah teramat parah sehingga rasa sakit yang beliau rasakan semakin bertambah. subhanalllah! ujian datang. bukan hal yang besar memang, ketika kami punya uang untuk operasi itu. tapi masalahnya sekarang, tidak ada uang sebanyak delapan juta saat itu.
jadilah ibuku memutuskan untuk meneleponku. seketika aku menangis, pikiranku tidak karuan. ibu meminta tolong, untuk meminjam uang di tabunganku yang hanya berbilang enam juta. kala itu, aku sudah sangat gembira dengan nominal yang ada di tabunganku tersebut. hasil dari beasiswa ke beasiswa aku kumpulkan, aku bahkan membantu orangtua untuk membeli sepeda motor second dan hal itu membuat ibu sangat senang karena selama ini kami tidak punya sepeda motor.
hari-hari ku di perantauan, menimba ilmu untuk mewujudkan mimpi menjadi sarjana, aku sambung dari beasiswa ke beasiswa. habis beasiswa satu, melamar beasiswa lain. begitu seterusnya. sedangkan tiap bulannya aku mendapat kiriman uang dari orangtua asuh-ku sebesar empat ratus ribu rupiah. tentu tidak cukup untuk semua kebutuhanku disini. namun aku harus pandai-pandai mengatur keuanganku. pun juga dengan SPP tiap semester yang di-handle oleh orangtua asuhku. sebagai pembuktian kata-kataku bahwa jika aku kuliah, aku tidak akan menyusahkan orangtua.
jadilah aku merenung dan ada hal yang berkecamuk di dada, setan kuat sekali membisikkan kata-kata sesat untuk aku agar enggan menyerahkan uang itu. akhirnya kuputuskan untuk segera pulang dan menemui orangtuaku. di sisi lain aku merasa uang itu adalah hasilku, namun segera aku ber-istighfar banyak-banyak. betapa durhakanya diriku jika aku benar-benar berfikir demikian.
singkat cerita, bapak dioperasi tepat sehari sebelum keberangkatanku ke Jakarta. aku masih ingat betul hari itu adalah hari Jumat, Friday Mubarak. hari teristimewa dari hari-hari lainnya, namun juga bersejarah. saat itu aku baru selesai dengan UAS dan langsung menuju ke Surabaya, ke salah satu rumah sakit disana. di depan ruang operasi, ibu sudah terduduk lesu. aku melihat banyak barang bawaan di sekitarnya, tas-tas bertumpuk disana-sini. om dan tante yang menemani beliau, dan aku tarik nafas dalam sebelum akhirnya kutampakkan wajah paling tabah yang pernah kupunya kepada beliau.
ku letakkan tas dan barang bawaan yang aku bawa dari Malang, persiapan menuju Jakarta esok harinya di samping kursi itu dan aku duduk di sebelah beliau. setelah menatapku, segera beliau memelukku erat sambil terisak. aku tersekat. air mata sudah menunggu di balik pelupuk mata, siap terjatuh. aku berulang kali mengucapkan kata sabar ke telinga beliau.
selama proses operasi sekitar 3 jam, aku temani beliau. menggenggam tangannya dan melantunkan beberapa ayat suci Al Quran. aku sangat takut, aku takut kehilangan bapak. lututku lemas, hatiku hancur memikirkan semua. oh Allah, Engkau mendatangkan dua hal di saat yang sama: nikmat dan ujian. nikmat karena sebulan lagi Engkau mengijinkanku menginjakkan kaki di negeri Paman Sam, dan ujian berupa operasi bapak ini.
seorang dokter keluar dari ruang operasi, dan menanyakan keluarga. seketika aku dan ibu melangkah maju. kami diajak ke ruangan beliau, dan dijelaskan bahwasannya salah satu ginjal bapak sudah membengkak lantaran batu ginjal yang menghimpit ginjal tersebut berujung runcing. sehingga merusak ginjal dan membuat ginjalnya bengkak. ginjal tersebut harus diangkat, begitu jelasnya. ibu memandangku, dan aku tak bisa berkata apa-apa. lututku semakin lemas namun jika aku saja tidak kuat apalagi ibu.
akhirnya ibu mengiyakan penawaran dokter untuk mengangkat satu ginjal bapak, agar ke depannya ginjal bengkak itu tak menjadikan bapak tambah sakit. operasi yang awalnya hanya bertujuan untuk mengangkat batu-batu ginjal, ternyata juga mengangkat ginjal bapak. yang ini berarti, stamina bapak tidak akan seperti dulu lagi. orang yang hanya hidup dengan satu ginjal, akan gampang merasa lelah ketika bekerja. oh Allah, kuatkan kami.
sampai sekarang aku masih mencoba bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupku, semata Allah memberinya hanya untuk mendewasakanku, membuatku berfikir dan menjadi insan yang lebih baik lagi. inshaAllah.
pertengahan bulan Juni 2012, aku sedang sibuk berjuang di UAS semester enam. dua puluh dua sks aku ambil, dengan beberapa praktikum dan juga asistensi di dua laboratorium. seperti semester-semester sebelumnya, aku tak pernah merasa bahwa aku yakin bisa menjalani UAS. aku selalu minder, tak yakin dengan kemampuan di bidang Statistika ini. pas-pasan, dan sepertinya terlalu banyak kebaikan Allah atas hasilnya.
sore itu aku sedang wara-wiri mencari tempat fotokopi, karena musim UAS sehingga dimana-mana antri. aku mencari tempat fotokopi terdekat, di depan gedung FISIP. dengan bawaan yang teramat banyak di tangan: kertas-kertas, handphone, aku menuju tempat itu. aku sedang mengurus surat ijin melakukan UAS lebih awal untuk beberapa mata kuliah sebab di hari ujian mata kuliah tersebut, aku harus mengikuti orientasi sebelum keberangkatan di Jakarta selama 4 hari.
di tengah jalan menuju tempat fotokopi, handphone-ku berdering menandakan ibu meneleponku. suasana hatiku memang sedang tidak enak, antara memikirkan UAS dan beberapa mata kuliah yang ujiannya aku percepat harinya, dan keadaan di rumah. sehingga mendapat telepon ini bukan hal yang membuatku senang seperti sebelum-sebelumnya. ada perasaan yang aneh saat mengangkat telepon ibu.
benar saja. di ujung telepon sana, ibu mengabarkan bahwa bapak harus segera dioperasi karena batu di ginjalnya sudah teramat parah sehingga rasa sakit yang beliau rasakan semakin bertambah. subhanalllah! ujian datang. bukan hal yang besar memang, ketika kami punya uang untuk operasi itu. tapi masalahnya sekarang, tidak ada uang sebanyak delapan juta saat itu.
jadilah ibuku memutuskan untuk meneleponku. seketika aku menangis, pikiranku tidak karuan. ibu meminta tolong, untuk meminjam uang di tabunganku yang hanya berbilang enam juta. kala itu, aku sudah sangat gembira dengan nominal yang ada di tabunganku tersebut. hasil dari beasiswa ke beasiswa aku kumpulkan, aku bahkan membantu orangtua untuk membeli sepeda motor second dan hal itu membuat ibu sangat senang karena selama ini kami tidak punya sepeda motor.
hari-hari ku di perantauan, menimba ilmu untuk mewujudkan mimpi menjadi sarjana, aku sambung dari beasiswa ke beasiswa. habis beasiswa satu, melamar beasiswa lain. begitu seterusnya. sedangkan tiap bulannya aku mendapat kiriman uang dari orangtua asuh-ku sebesar empat ratus ribu rupiah. tentu tidak cukup untuk semua kebutuhanku disini. namun aku harus pandai-pandai mengatur keuanganku. pun juga dengan SPP tiap semester yang di-handle oleh orangtua asuhku. sebagai pembuktian kata-kataku bahwa jika aku kuliah, aku tidak akan menyusahkan orangtua.
jadilah aku merenung dan ada hal yang berkecamuk di dada, setan kuat sekali membisikkan kata-kata sesat untuk aku agar enggan menyerahkan uang itu. akhirnya kuputuskan untuk segera pulang dan menemui orangtuaku. di sisi lain aku merasa uang itu adalah hasilku, namun segera aku ber-istighfar banyak-banyak. betapa durhakanya diriku jika aku benar-benar berfikir demikian.
singkat cerita, bapak dioperasi tepat sehari sebelum keberangkatanku ke Jakarta. aku masih ingat betul hari itu adalah hari Jumat, Friday Mubarak. hari teristimewa dari hari-hari lainnya, namun juga bersejarah. saat itu aku baru selesai dengan UAS dan langsung menuju ke Surabaya, ke salah satu rumah sakit disana. di depan ruang operasi, ibu sudah terduduk lesu. aku melihat banyak barang bawaan di sekitarnya, tas-tas bertumpuk disana-sini. om dan tante yang menemani beliau, dan aku tarik nafas dalam sebelum akhirnya kutampakkan wajah paling tabah yang pernah kupunya kepada beliau.
ku letakkan tas dan barang bawaan yang aku bawa dari Malang, persiapan menuju Jakarta esok harinya di samping kursi itu dan aku duduk di sebelah beliau. setelah menatapku, segera beliau memelukku erat sambil terisak. aku tersekat. air mata sudah menunggu di balik pelupuk mata, siap terjatuh. aku berulang kali mengucapkan kata sabar ke telinga beliau.
selama proses operasi sekitar 3 jam, aku temani beliau. menggenggam tangannya dan melantunkan beberapa ayat suci Al Quran. aku sangat takut, aku takut kehilangan bapak. lututku lemas, hatiku hancur memikirkan semua. oh Allah, Engkau mendatangkan dua hal di saat yang sama: nikmat dan ujian. nikmat karena sebulan lagi Engkau mengijinkanku menginjakkan kaki di negeri Paman Sam, dan ujian berupa operasi bapak ini.
seorang dokter keluar dari ruang operasi, dan menanyakan keluarga. seketika aku dan ibu melangkah maju. kami diajak ke ruangan beliau, dan dijelaskan bahwasannya salah satu ginjal bapak sudah membengkak lantaran batu ginjal yang menghimpit ginjal tersebut berujung runcing. sehingga merusak ginjal dan membuat ginjalnya bengkak. ginjal tersebut harus diangkat, begitu jelasnya. ibu memandangku, dan aku tak bisa berkata apa-apa. lututku semakin lemas namun jika aku saja tidak kuat apalagi ibu.
akhirnya ibu mengiyakan penawaran dokter untuk mengangkat satu ginjal bapak, agar ke depannya ginjal bengkak itu tak menjadikan bapak tambah sakit. operasi yang awalnya hanya bertujuan untuk mengangkat batu-batu ginjal, ternyata juga mengangkat ginjal bapak. yang ini berarti, stamina bapak tidak akan seperti dulu lagi. orang yang hanya hidup dengan satu ginjal, akan gampang merasa lelah ketika bekerja. oh Allah, kuatkan kami.
sampai sekarang aku masih mencoba bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupku, semata Allah memberinya hanya untuk mendewasakanku, membuatku berfikir dan menjadi insan yang lebih baik lagi. inshaAllah.
2 komentar:
izin share tulisan-tulisan inspiratifnya di islamsiana.com ^^
Yudi: maaf telat respon, boleh jika memang msh mencantumkan sumber tulisan.
Posting Komentar